Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Berqurban adalah ibadah tahunan dan sangat dianjurkan bagi setiap muslim yang mampu. Ibadah qurban disunnahkan diniatkan untuk diri sendiri, anaknya, istrinya atau keluarganya yang lain.
Rosulullah saw melalui hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata,
Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku.
- Orang yang hidup mengikutkan pahala berqurban untuk almarhum / almarhumahContoh : Seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya, sementara ada di antara keluarganya yang telah meninggal dunia. Berqurban seperti ini menurut para Ulama diperbolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya termasuk keluarganya yang telah meninggal.
- Almarhum / almarhumah pernah berwasiat sebelum meninggal untuk berqurbanContoh : Sebelum meninggal dahulu almarhum / almarhumah berwasiat kepada keluarganya untuk berqurban atas dirinya namun belum terlaksana sampai dia wafat. Maka menurut para Ulama qurban seperti ini wajib dilaksanakan dengan catatan nilai qurbannya kurang dari 1/3 harta warisan.
- Berqurban mengkhususkan bagi almarhum / almarhumah tanpa ada wasiatKasus berqurban seperti ini para Ulama berselisih pendapat, pendapat pertama sebagian para Ulama sepakat qurban seperti ini tidak diperbolehkan karena Rasulullah saw, dan para sahabat, serta para Ulama salaf terdahulu tidak pernah mencontohkannya. Pendapat kedua qurban seperti ini diperbolehkan karena berqurban untuk almarhum / almarhumah termasuk jenis sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia. Dan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia diperbolehkan oleh para ulama.
Imam At-Tirmidzi berkata,
وَقَدْ رَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ اْلعِلْمِ أَنْ يُضَحِّىَ عَنِ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ أَنْ يُضَحِّىَ عَنْه, وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ: أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يَتَصَدَقَ وَلَا يُضَحِّى عَنْه وَإِنْ ضَحَّى فَلَا يَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا وَيَتَصَدَّقْ بِهَا كُلَّهَا
“Sebagian ahli ilmu memberikan rukhshah (keringanan) untuk berqurban untuk orang yang sudah meninggal, sebagian lagi mengatakan tidak boleh. ‘Abdullah bin Al-Mubarak berkata, ‘Yang lebih aku sukai adalah dia cukup bersedekah dan tidak berqurban. Apabila dia berqurban (untuk orang yang telah meninggal) maka dia tidak boleh makan sedikit pun darinya, dia harus mensedekahkan seluruhnya.”
Kalau kita perhatikan perkataan Abdullah bin Al-Mubarak di atas, kita bisa memahami bahwa menyembelih untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan tetapi hukumnya tidak sunnah. Dan beliau lebih menyukai bersedekah untuk orang yang sudah meninggal daripada menggantikan sedekah tersebut dengan qurban. Allahu a’lam
0 comments:
Post a Comment