Saturday, November 7, 2015

Sejarah Adzan, Menghindari Penyerupaan Yahudi Nasrani



Saat pertama disyari'atkan shalat, kaum muslim di Madinah belum mengenal panggilan ibadah sehingga mereka tidak bisa mengetahui batasan masuk waktu shalat. Karena itu pada suatu hari di tahun kedua Hijriyah Rasul Saw segera mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah bagaimana cara memberi tahu masuknya waktu shalat dan mengajak orang-orang agar berkumpul di masjid untuk melakukan shalat berjama'ah.

Pada awalnya ada beberapa sahabat yang mengusulkan supaya mengibarkan bendera setiap memasuki waktu shalat. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Rasul Saw tidak menyetujui. Selanjutnya sahabat lain mengusulkan supaya meniup terompet. Cara inipun tidak disetujui Rasul Saw, karena itu menyerupai perilaku kaum Bani Israil setiap kali akan menjalankan peribadatan mereka.
Selanjutnya ada sahabat lain mengusulkan dibunyikan lonceng. Inipun ditolak oleh Rasul Saw, karena lonceng menjadi simbol orang Nasrani setiap akan menunaikan peribadatan. Kemudian ada yang menyarankan untuk menyalakan api manakala waktu shalat tiba. Tujuannya agar orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada  di tempat jauh. Yang melihat api aitu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri shalat berjama'ah.

Untuk yang sekian kalinya Rasulullah Saw menolak karena ini juga menyerupai kamu Majusi setiap akan melakukan penyembahan kepada dewa api. Setelah sekian lama terdiam tiba-tiba Umar bin Khattab mengusulkan agar Rasul Saw menunjuk salah seorang agar bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk shalat pada setiap masuknya waktu shalat. Saran tersebut diterima Nabi Muhammad Saw dan semuanya yang hadir pada saat itu.

Adapun lafal adzan dan iqamah berasal dari salah satu hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, yang mengisahkan bahwa Abdullah bin Abbas berkata : "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk shalat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya, "Apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya,"Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan shalat". Orang itu berkata, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik?". Dan aku menjadwab,"ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang dengan mengucap lafal Allahu Akbar hingga La ilaha illallah.

Keesokan harinya aku bangun lalu menemui Nabi Saw lalu menceritakan perihal mimpi itu. Nabi Saw menjawab, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Rupanya Umar bin Khattab juga memimpikan demikian. Lalu disuruhlah Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan seperti itu.

Kenapa Rasul menolak usulan-usulan para sahabat selain dari Umar? Hal ini menandakan berapa Nabi Saw sangat menghindari penyerupaan dengan kaum Yahudi dan Nasrani dalam hal peribadatan. Beliau ingin menunjukkan agar dakwahnya benar-benar murni dan tasyabuh. Dan beliau sangat mengkhawatirkan jika sedikitpun ada penyerupaan maka umatnya kelak akan semakin terjerumus ke dalam penyerupaan-penyerupaan tata cara kaum kafir. Atau akan semakin menambah tata cara ibadah seperti halnya Yahudi dan Nasrani seperti yang sering kita lihat sekarang ini.

0 comments:

Post a Comment