Wednesday, July 15, 2015

16 Adab di Saat Buang Hajat


بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله و كفى والصلاة والسلام على النبي المصطفى، نبينا محمد صلى الله عليه و على آله و صحبه أجمعين

Pada kesempatan kali ini kita telah memasuki halaqoh yang ke-29 dan pada sesi ini kita akan melengkapi apa yang masih tersisa dari adab buang hajat.

Ada beberapa adab ketika buang hajat, diantaranya adalah,

1. Ketika seseorang hendak masuk WC disunnahkan untuk mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan mendahulukan kaki kanan.

2. Orang yang masuk WC hendaklah tidak membawa sesuatu yang terdapat di dalamnya dzikrullāh seperti mushaf atau cincin yang bertuliskan kalimat Allāh.

Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wa sallam ketika masuk WC, Beliau melepaskan cincin yang terdapat tulisan Muhammad Rasulullāh, karena cincin itu sebagai stempel surat-surat Beliau.

Demikian juga tidak boleh membawa sesuatu yang tertulis padanya kalimat "الله" atau dzikrullāh, baik itu perhiasan ataupun tulisan dalam kertas, kecuali apabila dia khawatir hilang maka terpaksa dibawa ke kamar mandi, kalau cincin dilepas dan dimasukkan ke saku, kalau mushaf diletakkan ditemboknya dan jangan dibawa masuk ke WC.

4. Disunnahkan untuk membaca:
Do'a ketika masuk WC

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Do'a ketika keluar WC

غُفْرَانَكَ

"Saya memohon ampunanMu."

Dan bisa ditambah dengan :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّي الأَذَى ، وَعَافَانِي

اْلحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَذَاقَنِى لَذَّتِهِ وَ أَبْقَى فِيَّ قُوَّتَهُ وَ دَفَعَ عَنِّى أَذَاهُ

"Segala puji bagi Allāh yang telah menghilangkan dariku rasa sakit dan kotoran, menjagaku, memberikan kesehatan kepadaku."

"Segala puji bagi Allāh yang memberikan kepadaku kenikmatan makanan dan memberikan kekuatan kepadaku serta menghilangkan rasa sakit dariku."

Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa perawi diantaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ath-Thabrani.

4. Disunnahkan ketika seseorang buang hajat untuk bertelekan/bertumpu pada kaki kiri.

ال المصنف رحمه الله تعالى ( والمستحب أن يتكئ على رجله اليسرى لما روى سراقة بن مالك رضي الله عنه قال : " { علمنا رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أتينا الخلاء أن نتوكأ على اليسرى } " ولأنه أسهل في قضاء الحاجة ) .

Diriwayatkan oleh Suraqah Bin Mālik bahwasanya dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajari kami ketika kita buang hajat itu untuk bertumpu pada kaki kiri. Dan disebutkan hikmahnya bahwa dengan bertumpu pada salah satu kaki (kiri) akan lebih mudah untuk mengeluarkan kotorannya.

5. Disunnahkan juga seseorang untuk membersihkan (terutama bagi laki-laki) kemaluannya dengan ditekan pelan sehingga akan keluar sisa-sisa pada jalur keluar air kencingnya.

6. Disunnahkan juga untuk bersuci dengan tangan kiri, yang untuk membersihkan qubul atau dubur adalah dengan tangan kiri.

7. Dimakruhkan untuk buang air (terutama air kecil) di tempat dimana air berhembus kuat karena angin ini akan menerbangkan air kencing kita sehingga akan berceceran kemana-mana dan najisnya akan menempel di badan, baju atau celana kita.

8. Dimakruhkan untuk kencing pada tempat yang keras. Tempat yang keras akan memantulkan air kencing ke kaki atau celana kita, oleh karena itu dihindari.

Jika di WC, diusahakan ditempat pembuangannya, jangan sambil berdiri supaya tidak memantul ke badan atau celana.

9. Dilarangnya menghadap atau membelakangi kiblat dalam buang hajat terutama ketika berada di padang pasir atau tempat yang terbuka.

Namun apabila seseorang buang hajatnya di WC atau di tempat tertutup maka tidak dilarang seseorang untuk menghadap kiblat atau membelakanginya. Dikarenakan ada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari dan Muslim dalam Shahihain dan juga oleh imam ahli hadits yang lain.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِي ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ . رواه البخاري في صحيحه . و في لفظ آخر له ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدًا عَلَى لَبِنَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ .

Dari 'Abdullāh Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhumā: Bahwasanya dia berkata: Aku naik ke atap rumah Hafshah (kakak 'Abdullāh Ibnu 'Umar & istri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) untuk mengambil sebuah keperluan maka secara tidak sengaja 'Abdullāh Ibnu 'Umar melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang buang hajat (Rumah pada zaman dahulu tidak seperti sekarang yang tertutup total, rumah dahulu sangat sederhana termasuk rumah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang sebagian atap rumahnya terbuka, terutama WC). Dan melihat posisi/arah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam buang hajat, yaitu membelakangi kiblat/Ka'bah menghadap ke arah Syam/utara.

Ini menunjukkan bahwasanya apabila seseorang buang hajat didalam WC atau ditempat yang tertutup maka dibolehkan untuk menghadap atau membelakangi kiblat dan hal ini tidak diharamkana atau dimakruhkan. Buktinya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits yang shahih ini melakukan hal tersebut.

Namun apabila kita membuat WC permanen dirumah atau masjid maka sebaiknya tetap dihindari sebagai penghormatan ke arah kiblat dimana itu adalah arah shalatnya kaum muslimin.

Tetapi kalau sudah terlanjur tidak mengapa dan tidak berdosa karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sendiri membelakangi kiblat dalam buang hajatnya saat di WC di rumah Hafshah.

Ini yang terkait dengan pengkhususan buang hajat menghadap kiblat atau membelakanginya ketika di dalam bangunan atau ditempat yang tertutup tidak terlarang, tidak seperti halnya ketika buang hajat di tempat yang terbuka.

Adab yang berikutnya,
10. Hendaknya dia menghindari untuk buang air kecil atau air besar pada air yang tidak mengalir/air yang diam.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ " .

Hadits Jabir radhiyallāhu 'anhumā, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang untuk buang air kecil di air yang diam (tidak mengalir)."

Dan tentunya kalau buang air kecil saja dilarang maka buang air besar lebih dilarang lagi dan dikatakan larangan ini adalah makruh, bukan diharamkan.

Hanya saja Imam Nawawi berkata: "Bahwasanya buang air kecil atau besar di air yang diam itu haram." (Syarh Muslim jilid 3 halaman 187)

Kita dilarang buang hajat di air yang diam karena air yang diam itu kalau sedikit akan merusak kesucian air tersebut.

Demikian juga air yang mengalir namun sedikit, itu juga dimakruhkan karena dia akan mempengaruhi kesucian air tersebut. Namun kalau air yang mengalir ini banyak atau air itu diam tapi sangat banyak (contoh di danau) maka tidak dimakruhkan karena tidak mempengaruhi kesucian air tersebut dan tidak mengotorinya.

11. Dan kita juga dilarang untuk buang hajat baik besar maupun kecil dibawah pohon yang berbuah atau tidak berbuah karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang hal itu.

12. Kita dilarang buang hajat di jalan umum yang dilalui manusia atau dibawah tempat berteduh.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ، قَالُوا : وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ ، أَوْ فِي ظِلِّهِمْ " .

Dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Hati-hatilah (jauhilah) kalian terhadap 2 hal yang menyebabkan laknatnya manusia."Mereka bertanya: "Apa 2 hal yang menyebabkan laknat itu?". Beliau menjawab: "Yang menyebabkan laknatnya manusia orang yang buang hajat dijalan yang biasa dilalui manusia atau tempat berteduh mereka." (Hadits riwayat Imam Muslim dan yang lainnya)

*Laknat adalah do'a keburukan untuk seseorang agar dijauhkan dari rahmat Allāh

Sebab 2 tempat ini (atau tempat-tempat lain dimana manusia berkumpul) dilalui manusia, ketika tempat tersebut untuk buang hajat maka orang akan terganggu dan akan mendo'akan buruk kepada orang tersebut.

13. Larangan seseorang untuk buang hajat di dalam/arah lubang yang masuk ke dalam tanah.

Larangan ini disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh sebagian ahli hadits, diantaranya adalah Abu Dawud dan yang lainnya dari 'Abdullah Ibn Sarjas radhiyallāhu 'anhu

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ، «نَهَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ» (والجحر هو: الشق في الأرض)

Dari 'Abdullah Ibn Sarjas radhiyallāhu 'anhu dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang untuk buang hajat/buang air di lubang (yang ada di tanah)."

lubang yang biasanya lubang ini ada penghuninya, baik hewan atau jin karena disebutkan oleh beberapa riwayat bahwasanya jin menempati lubang-lubang yang ada dibumi. Maka ketika kita membuang hajat disitu maka dikhawatirkan akan menyakiti binatang ataupun jin yang ada dilubang tersebut.

Disamping itu juga, lubang ini kalau terkena percikan air kemudian penuh maka air kencing itu akan mengenai kaki atau celana kita.

Oleh karena itu hal ini dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

14. Dan hendaklah orang yang buang hajat itu tidak berbicara, baik buang hajat besar maupun kecil.

Dalil :
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya.

Larangan ini disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya 'Abdullah Bin 'Umar radhiyallāhu 'anhu melihat seseorang yang melewati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sementara Rasūlullāh sedang buang air kecil. Orang tersebut mengucapkan salam kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Beliau tidak menjawab salam tersebut.

Ini menunjukkan bahwa orang yang sedang buang hajat dimakruhkan untuk berbicara.

Seandainya berbicara itu boleh (mubah) seperti kondisi diluar WC maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan menjawab salam tersebut karena menjawab salam hukumnya wajib, namun Rasūlullāh tidak lakukan karena Beliau tidak suka, karena:
⑴ Beliau sedang didalam WC
⑵ Saat buang hajat dianjurkan tidak berbicara kecuali darurat.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dan juga oleh para aimmatul hadits yang lain.

15. Tentang larangan saling berbicara dan saling melihat aurat seseorang ketika buang hajat, diriwayatkan juga oleh Abu Dawud rahimahullāh dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallāhu 'anhu, dia berkata:

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه سمعت عن النبي صلى الله عليه وسلم يقول : لا يخرج الرجلان يضربان الغائط كاشفين عن عوراتهما يتحدثان، فإن الله عز وجل يمقت على ذلك.

Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallāhu 'anhu dia berkata: "Aku mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Janganlah 2 orang diantara kalian keluar untuk buang hajat kemudian keduanya membuka aurat masing-masing sambil berbicara di dalam tempat buang hajat itu karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla murka terhadap perbuatan yang demikian."

Ini menunjukkan bahwasanya tidak boleh seseorang bersama-sama masuk ke tempat buang hajat ataupun terpisah namun sambil berbicara, ini dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebabnya karena Allāh murka terhadap perbuatan itu.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dalam Sunannya.

16. Dan seseorang dianjurkan untuk tidak menghadap matahari atau bulan dan tidak membelakanginya ketika mereka buang hajat.

Ini dikatakan makruh oleh para ulama namun tidak ada dalil yang shahih tentang larangan ini.

Bahkan disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmū' Syarhul Mu'adzdzab jilid 1 halaman 103 bahwasanya hadits yang dijadikan sandaran masalah ini adalah hadits yang dha'īf bahkan dikatakan bathil, hanya saja yang benar adalah larangan ini hanya makruh saja. Dimakruhkan untuk buang hajat ke arah matahari atau bulan, tanpa dimakruhkan untuk membelakanginya.

Dan Imam Al-Khatib dalam kitabnya Al-Iqnā mengatakan: "Dan inilah yang dipegang dan dijadikan sandaran dalam madzhab Asy-SyāFi'i."

Yaitu makruh menghadap matahari atau bulan, tetapi boleh membelakanginya.

Demikian yang bisa kita bahas, semoga bermanfaat.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى حَبِيْبِنَا المُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ سَلَّمَ
___________________
Oleh : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A,

0 comments:

Post a Comment