Thursday, July 16, 2015

Oh.. Ternyata Sabar dan Syukur


Manusia fitrahnya memang selalu ingin mendapat kemudahan dalam hidupnya, mulai dari cita-cita masuk PTN yang diinginkan, IPK yang selalu cumlaude, jodoh yang sempurna, dan masih banyak lagi. 

Hal tersebut selalu menjadi suatu keharusan untuk mencapai sebuah kebahagiaan yang kadang diartikan dalam pengertian yang sempit. 

Kadang sebagian orang merasa tidak bahagia saat yang direncanakan tak sesuai dengan yang didapatkannya, padahal bisa jadi rencananya itu akan mendatangkan keburukan baginya. Memang hal tersebut lumrah bagi kita, seorang manusia biasa, merasa kecewa dengan kenyataan yang sama sekali tidak kita harapkan. Bahkan tidak sedikit pula kekecewaan yang tidak dapat dikendalikan mendorong kita untuk menyalahkan keadaan, diri sendiri, bahkan suudzon kepada Allah SWT. 

Jelas hal tersebut sangat berbahaya jika terus dibiarkan, bisa jadi kita merasa tidak percaya dengan Allah SWT karena merasa do’anya tak kunjung dikabulkan. Padahal Allah SWT lah yang maha tahu dan maha bijaksana. 

Lantas apa yang perlu dilakukan?

Kunci dari permasalahan itu cukup sederhana secara teori namun sukar dilaksanakan secara praktek, yaitu sabar dan syukur. Sabar dan syukur menjadi modal awal kita untuk mengendalikan nafsu pada diri kita, karena nafsu pada diri kita jelas tidak dapat dihilangkan. Saat Nabi Muhammad SAW akan diangkat menjadi Nabi dan Rasul oleh Allah SWT, beliau diberi sebuah permintaan oleh Allah SWT untuk modal awal beliau menjadi seorang Nabi dan Rasul, bahkan Allah SWT menawarkan harta yang melimpah dan kekuasaan untuk mempermudah jalan dakwah beliau. 

Namun Nabi Muhammad SAW tidak memilih hal tersebut, beliau meminta untuk dijadikan orang biasa yang tidak memiliki harta yang berlimpah dan tahta, layaknya Nabi Ibrahim A.S. Mengapa Rasulullah SAW memilih hal tersebut? karena dengan menjadi seorang yang biasa saja beliau akan mendapatkan 2 kebaikan. 

Saat kesulitan datang beliau akan bersabar dan dari sabar itu akan mendatangkan kebaikan, dan saat diberi kenikmatan beliau akan bersyukur dan dari syukur itu akan mendatangkan kebaikan pula. Jelas dari riwayat tersebut kita telah mendapat jawabannya, seorang Rasul yang sudah di tetapkan surga baginya memilih untuk hidup menjadi seorang yang biasa saja agar saat masalah datang beliau akan mendapatkan kebaikan dari sabarnya. 

Lantas mengapa kita mengeluh saat diberi cobaan yang tidak seberapa?

Kebanyakan dari kita kadang lupa tentang sabar dan syukur itu, jangankan dituntut untuk bersabar saat diberi kesulitan, saat diberi kenikmatan pun kita lupa untuk bersyukur. Kadang pula kita lupa bahwa takdir kita sudah tertulis di Lauhul Mahfuz sana. Mulai dari rezeki, jodoh, mati, kebahagiaan, kesedihan, dan yang lainnya. Lalu mengapa kita masih enggan untuk bersabar saat diberi kesulitan dan bersyukur saat diberi kenikmatan, padahal dikedua perbuatan itu ada kebaikan yang luar biasa. 

Kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri kepada Allah SWT setelah kita berikhtiar dan berdo’a dengan sungguh-sungguh, untuk hasil akhir yang kita dapat tentu bukan urusan kita lagi, itu sudah bagian Allah SWT yang mengaturnya, entah itu sesuai dengan yang diharap dan direncanakan atau malah sebaliknya. 

Allah SWT lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita, jadi saat kita nanti mendaptkan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, misalnya nilai yang tidak sesuai atau IP yang menurun, kita harus bersabar dan jadikan hal tersebut sebagai pelajaran dan cambuk untuk kita lebih baik lagi kedepannya. 

Apapun hasilnya itu sudah ditetapkan oleh Allah SWT jauh sebelum kita lahir ke dunia, kita tinggal menyiapkan diri dengan sabar dan syukur.

Sumber : KMFM UGM

0 comments:

Post a Comment